Siang hari yang
indah, kawan-kawanku berkumpul dirumahku yang sederhana ini merencanakan
perjalanan ke pantai Menganti, Kebumen. Matahari kian menyengat. Kami berangkat
dengan uang seadanya. Kami lintasi sibuknya pedesaan di Rawalo, dan semerbak angin
sawah. Tak lupa bukit-bukit terjal yang berdiri angkuh di kanan kiri kami.
Sungai Serayu yang biru memanjang. Kubawa juga kamera kesayanganku, barang
wajib saat kami pergi jauh.
Dua jam berlalu.
Badanku mulai terasa pegal karena terlalu lama duduk. Aku terus mengoceh karena
tempat yang kami tuju tak juga sampai. Untuk menenangkanku, temanku membual
bahwa tidak lama lagi perjalanan kami akan sampai. Aku yang hanya menumpang
terpaksa pasrah.
Kami yang sudah ¾
perjalanan lagi berhenti untuk berdiskusi karena jam menunjukkan pukul 04.00 sore.
Salah satu temanku menyarankan agar kami pulang saja, aku dan teman lainnya
mengangguk setuju. Kami pun berbalik arah.
BAGIAN II
Belum ada sepuluh menit perjalanan
untuk balik arah, temanku berkata agar kami foto terlebih dahulu untuk
menyimpan momen ini dan juga agar tidak sia-sia pergi jauh. Kami akhirnya
berfoto dengan gaya khas remaja.
Setelah puas,
kami melanjutkan perjalanan pulang. Teman yang memboncengku menarik gas dengan
kencang meninggalkan yang lain. Sampai di persimpangan jalan, teman kami yang
lain tidak kelihatan juga. Kami khawatir dan menunggu teman kami. Kemudian,
tiba-tiba temanku sendirian mengendarai motor menemui kami. Firasatku buruk.
Ternyata benar, ban sepeda motor temanku bocor. Aku Semakin cemas karena dari
tadi kami memprediksi bahwa kami akan sampai ke Purwokerto jam setengah enam
akan tertunda karena menambal ban terdahulu.
Kami pun kembali
lagi ke jalur wisata Jatijajar lagi untuk mencari tambal ban. Setelah menemukan,
kami harus menunggu Si Tukang untuk shalat dahulu. Setelah selesai, Ia
menyiapkan alat tambal ban dan mulai bekerja. Aku menunggu dalam resah.
Berpikir apa yang akan aku terima setelah sampai rumah. Tapi semua temanku
tertawa lebar tanpa beban walau aku tahu dalam hatinya pasti cemas.
Semua selesai.
Kami harus membayar dia. Dan kami baru sadar uangnya kurang karena tadi untuk
membeli bensin. Uang kami tersisa Rp. 7000. Kami meminta Ia untuk menerima itu
dan tidak marah karena uang kami kurang. Untungnya, kami ingat bahwa salah satu
temanku menemukan rokok dengan sisa beberapa batang rokok. Kami membayar Ia
dengan itu semua. Kami pun memohon-mohon karena rumah kami jauh di Purwokerto
sana. Akhirnya Ia menerimanya. Kami pun mengucapkan terimakasih. Jam sudah
menunjukkan Pukul 05.00 sore.
BAGIAN III
Kami menyusuri jalanan dengan kegelisahan. Kami semua
menarik gas secepat-cepatnya, motor yang kami kendarai sangat ganas. Matahari
sudah kian hilang, pelukan angin makin dingin, dan bunyi hewan-hewan malam.
Semua kami rasakan bersama, kami lalui bersama. Kami bercerita tentang apa yang
akan terjadi ketika sampai dirumah masing-masing. Kami berdoa agar kami semua
selamat. Melintasi gelap malam dan cahaya bulan yang menusuk. Motor kami semua
kehabisan bensin lagi dan uang kami telah habis. Kami bertambah gelisah jika
harus mendorong motor disaat malam. Beruntungnya, temanku mempunya sanak
saudara di daerah itu. Temanku meminta uang dan sebelum uang itu diserahkan
kami harus melaksanakan shalat maghrib terlebih dahulu. Kami berlima shalat.
Setelah uang diberikan. Kami berangkat dan mengisi bensin.
Belum ada lima
puluh meter, motor temanku bocor lagi. SIALAN. Kami terpaksa menambal ban dan
temanku harus meminta uang lagi. Lalu, aku mulai diberondong pesan singkat di
handphone kecil ini. Ternyata orang tua temanku sedang dirumahku sedang mencari
temanku. Aku mematikan HP-ku untuk menenangkan semua pikiran dan perasaan yang
sedang berkecamuk. Selesai. Kami tancap gas lagi. Menghadapi terjal dan
gelapnya malam di pedesaan. Temanku semakin panik takut kemalaman dan melaju
secepat-cepatnya. Kulihat gemerlap lampu-lampu kota, kelap-kelip bintang terang,
dan juga kehidupan liar nan hedon. Waktu itu pukul 07.15 malam.
Sesampainya
dirumahku. Ternyata orang tua temanku sudah pulang. Terasa agak bahagia. Tapi
aku tetap mencemaskan keadaan temanku. Kulahap semua nasihat orang tuaku. Aku
tidur untuk menghilangkan gelisah dan resah.
Kudengar kabar
bahwa temanku dimarahi habis-habisan. Kartu perdana milik temanku sampai
dibelah jadi dua. Aku tertawa. Walau ada rasa bersalah dalam hatiku. Tetapi semua
kami lalui dengan gembira.
0 komentar:
Posting Komentar