Home » » The Motorcycle Diaries : Pantai Menganti

The Motorcycle Diaries : Pantai Menganti

 BAGIAN I
     Siang hari yang indah, kawan-kawanku berkumpul dirumahku yang sederhana ini merencanakan perjalanan ke pantai Menganti, Kebumen. Matahari kian menyengat. Kami berangkat dengan uang seadanya. Kami lintasi sibuknya pedesaan di Rawalo, dan semerbak angin sawah. Tak lupa bukit-bukit terjal yang berdiri angkuh di kanan kiri kami. Sungai Serayu yang biru memanjang. Kubawa juga kamera kesayanganku, barang wajib saat kami pergi jauh.
     Dua jam berlalu. Badanku mulai terasa pegal karena terlalu lama duduk. Aku terus mengoceh karena tempat yang kami tuju tak juga sampai. Untuk menenangkanku, temanku membual bahwa tidak lama lagi perjalanan kami akan sampai. Aku yang hanya menumpang terpaksa pasrah.

     Kami yang sudah ¾ perjalanan lagi berhenti untuk berdiskusi karena jam menunjukkan pukul 04.00 sore. Salah satu temanku menyarankan agar kami pulang saja, aku dan teman lainnya mengangguk setuju. Kami pun berbalik arah. 

BAGIAN II

Belum ada sepuluh menit perjalanan untuk balik arah, temanku berkata agar kami foto terlebih dahulu untuk menyimpan momen ini dan juga agar tidak sia-sia pergi jauh. Kami akhirnya berfoto dengan gaya khas remaja.
Setelah puas, kami melanjutkan perjalanan pulang. Teman yang memboncengku menarik gas dengan kencang meninggalkan yang lain. Sampai di persimpangan jalan, teman kami yang lain tidak kelihatan juga. Kami khawatir dan menunggu teman kami. Kemudian, tiba-tiba temanku sendirian mengendarai motor menemui kami. Firasatku buruk. Ternyata benar, ban sepeda motor temanku bocor. Aku Semakin cemas karena dari tadi kami memprediksi bahwa kami akan sampai ke Purwokerto jam setengah enam akan tertunda karena menambal ban terdahulu.
     
    Kami pun kembali lagi ke jalur wisata Jatijajar lagi untuk mencari tambal ban. Setelah menemukan, kami harus menunggu Si Tukang untuk shalat dahulu. Setelah selesai, Ia menyiapkan alat tambal ban dan mulai bekerja. Aku menunggu dalam resah. Berpikir apa yang akan aku terima setelah sampai rumah. Tapi semua temanku tertawa lebar tanpa beban walau aku tahu dalam hatinya pasti cemas.

     Semua selesai. Kami harus membayar dia. Dan kami baru sadar uangnya kurang karena tadi untuk membeli bensin. Uang kami tersisa Rp. 7000. Kami meminta Ia untuk menerima itu dan tidak marah karena uang kami kurang. Untungnya, kami ingat bahwa salah satu temanku menemukan rokok dengan sisa beberapa batang rokok. Kami membayar Ia dengan itu semua. Kami pun memohon-mohon karena rumah kami jauh di Purwokerto sana. Akhirnya Ia menerimanya. Kami pun mengucapkan terimakasih. Jam sudah menunjukkan Pukul 05.00 sore.

BAGIAN III

Kami menyusuri jalanan dengan kegelisahan. Kami semua menarik gas secepat-cepatnya, motor yang kami kendarai sangat ganas. Matahari sudah kian hilang, pelukan angin makin dingin, dan bunyi hewan-hewan malam. Semua kami rasakan bersama, kami lalui bersama. Kami bercerita tentang apa yang akan terjadi ketika sampai dirumah masing-masing. Kami berdoa agar kami semua selamat. Melintasi gelap malam dan cahaya bulan yang menusuk. Motor kami semua kehabisan bensin lagi dan uang kami telah habis. Kami bertambah gelisah jika harus mendorong motor disaat malam. Beruntungnya, temanku mempunya sanak saudara di daerah itu. Temanku meminta uang dan sebelum uang itu diserahkan kami harus melaksanakan shalat maghrib terlebih dahulu. Kami berlima shalat. Setelah uang diberikan. Kami berangkat dan mengisi bensin.

     Belum ada lima puluh meter, motor temanku bocor lagi. SIALAN. Kami terpaksa menambal ban dan temanku harus meminta uang lagi. Lalu, aku mulai diberondong pesan singkat di handphone kecil ini. Ternyata orang tua temanku sedang dirumahku sedang mencari temanku. Aku mematikan HP-ku untuk menenangkan semua pikiran dan perasaan yang sedang berkecamuk. Selesai. Kami tancap gas lagi. Menghadapi terjal dan gelapnya malam di pedesaan. Temanku semakin panik takut kemalaman dan melaju secepat-cepatnya. Kulihat gemerlap lampu-lampu kota, kelap-kelip bintang terang, dan juga kehidupan liar nan hedon. Waktu itu pukul 07.15 malam.

    Sesampainya dirumahku. Ternyata orang tua temanku sudah pulang. Terasa agak bahagia. Tapi aku tetap mencemaskan keadaan temanku. Kulahap semua nasihat orang tuaku. Aku tidur untuk menghilangkan gelisah dan resah.
     Kudengar kabar bahwa temanku dimarahi habis-habisan. Kartu perdana milik temanku sampai dibelah jadi dua. Aku tertawa. Walau ada rasa bersalah dalam hatiku. Tetapi semua kami lalui dengan gembira.






0 komentar:

Posting Komentar