Home » » Pengadilan Bagi Kaum Lemah

Pengadilan Bagi Kaum Lemah

Pengadilan Bagi Kaum Lemah

    
     Indonesia, negeri yang kaya dengan seribu budayanya. Tetapi, Sayangnya hukum di Indonesia masih disalah gunakan oleh pemegang kekuasaan atau Si Kaya. Bagaimana mana mungkin hukum bisa dibayar dengan uang? Dengan materi? Mana yang katanya, “semua warga Indonesia di depan hukum itu sama” ? Dimana slogan itu? Dulu anak Menteri Perekonomian, Rasyid Rajasa, kecelakaan di tol Jagorawi yang menewaskan dua orang. Menurut saya waktu itu, Polisi terkesan memberikan perlakuan spesial kepada anak Hatta Rajasa itu. Saat Rasyid Rajasa kecelakaan pada awal tahun lalu, semua petugas kepolisian di Polda Metro Jaya bungkam.  Mereka tidak berani menyebutkan tentang siapa identitas sopir BMW yang terlibat kecelakaan di Tol Jagorawi. Baru pada siang menjelang sore hari, Kadiv Humas Mabes Polri (saat itu) Irjen Pol Suhardi Alius menyebut bahwa sopir BMW maut itu adalah Rasyid Rajasa, putra bungsu Menko Perekonomian. Setelah kecelakaan yang menewaskan dua orang, keberadaan Rasyid Rajasa juga masih menjadi misteri. Saat itu semua pejabat kepolisian di Polda tidak berani menyebut, di mana anak bungsu Hatta Rajasa itu menjalani perawatan.
   
     Lalu bagaimana dengan kaum lemah dan tidak memiliki banyak uang? Apa kabar keadilan? Ironis memang, bahkan sangat menyayat hati. Penegakan hukum di negeri kita tercinta ini amat pincang, berat sebelah. Para pendekar hukum kita lebih berani, lebih ganas dan lebih tegas hanya kepada pihak-pihak yang lemah yang tidak punya kekuatan apapun. Tidak ada niat membela siapa-pun dan memojokkan siapapun. Akan tetapi, fakta-fakta di persidangan menunjukkan kalau penegakan hukum itu tidak diberlakukan secara merata artinya tidak berlaku untuk semua pihak. Padahal, katanya, justice for all. Tegasnya, ‘’pedang’’ para penegak hukum lebih tajam kepada pihak-pihak tertentu tapi tumpul bagi pihak-pihak tertentu pula. Artinya, not for all. Maka tidak salah kalau ada orang bijak mengartikan hukum itu bagaikan sebuah pisau dimana bagian yang tajamnya mengarah kepada orang lain tapi bagian yang tumpul (punggung pisau) mengarah kepada pemegang pisau itu sendiri. Adalah pencurian sendal jepit dengan terdakwa berinisial AAL (15) seorang siswa SMKN 3 Palu Selatan, Sulawesi Tengah yang sampai ke persidangan, merupakan satu dari sejumlah kasus sepele yang menarik perhatian publik. Pasalnya, persoalan curi mencuri sendal jepit adalah hal kecil dan melibatkan keluarga tak mampu secara ekonomi. Ini merupakan cermin atau gambaran buram sistem hukum dan peradilan di negeri ini sebab sangat memprihatinkan bahkan menyayat dan mengiris hati. Hanya karena mencuri sendal jepit, harus berhadapan dengan pengadilan dengan ancaman hukuman 5 tahun penjara.
    
     Dan juga kasus-kasus Nenek pencuri 3 buah kakao, Nenek pencuri singkong yang lapar, dan nenek pencuri kayu jati. Walau masih  ada hakim yang masih mempunyai  hati nurani, seperti hakim Marzuki yang mengadili nenek yang mencuri singkong. Dia memutus diluar tuntutan Jaksa Penuntut Umum, “ Maafkan saya, saya tidak dapat membuat pengecualian hukum, hukum tetap hukum. Jadi Anda Harus dihukum. Saya mendenda ada  1 juta rupiah dan jika anda tidak mampu membayar maka Anda harus masuk penjara 2,5 tahun, seperti tuntutan Jaksa PU. “ katanya sambil memandang nenek itu. Nenek itu tertunduk lesu, hatinya remuk redam, sementara haki Marzuki mencopot topi toganya, membuka dompetnya kemudian mengambil dan memasukan uang 1jt rupiah ke topi toganya. Serta berkata kepada hadirin “Saya atas nama pengadilan, juga menjatuhkan dendan kepada setiap orang yang hadir di ruang sidang ini sebesar Rp. 50.000, sebab menetap di kota ini dan membiarkan orang lain kelaparan sampai harus mencuri untuk memberi makan cucunya”.

     
     Itu demikian kasus-kasus yang sangat menyedihkan, mengapa Si Kaya teganya menuntutnya? Apakah mereka kurang kenyang dengan apa yang dia punya? Hanya karena singkong, 3 buah kakao, sendal jepit, 7 kayu jati mereka tega menuntut mereka? Sungguh rakus dan berlebihan! Dan juga saya muak dengan para pelacur keadilan yang seenaknya memberikan hukum yang ringan kepada koruptor karena mereka mungkin telah disuap dan disuruh bungkam, ya disuap betul sekali! Dimana keadilan? Saya sebenarnya ingin para penegak keadilan memakai hati nurani dan menggunakan akal sehat, saya pribadi memang tahu bahwa mencuri itu salah, tapi apa pantas mereka dihukum berat?

0 komentar:

Posting Komentar