The Motorcycle Diaries : Widara Payung


Widara Payung

Campur aduk perasaan hatiku. Bangun terlambat, hanya kurang beberapa menit dari waktu keberangkatan yang kami janjikan. Tanpa mandi, tanpa raup, langsung saja kuambil baju untuk ke Widara Payung. Sialnya saat itu aku lupa ga bawa ganti. Saat campur aduk itu, aku marah kepada ibuku karena tidak memberiku uang untuk perjalanan karena alasan aku belum punya SIM. Ya, marahku sudah sampai ke ubun-ubun, daripada menunggu ibuku, lebih baik langsung saja aku pergi takutnya kunci motornya diambil dan akhirnya rencana gagal total. Tanpa pamit, aku pergi ngebut untuk menyamper temanku yang rumahnya tidak jauh dariku. Berapa duit yang kubawa? Pikirku.
     
     Saat aku mengorek saku ku, tersadar aku Cuma bawa 10rb rupiah. Iya 10rb. Ketika kutanya teman yang akan memboncengku, “ Ko nggawa duit pira?” (Kamu bawa duit berapa?). Temanku malah cengar-cengir. Kau pikir itu lucu kalo kita kehabisan bensin! Masih sambil nyengir, dia bilang juga Cuma bawa 10rb. Hehe sial!
     
     Teman-teman ku yang lain datang, jumlahnya  4 orang. Gausah mikir panjang kita berenam langsung cabut berangkat dengan 3 motor. Masing-masing motor berisi 2 orang. Kami lewat jalur yang Andhang Pangrenan terus ke Gunung Tugel, Tempat Pembuangan Akhir, hiiii jorook. Kami pergi ketempat yang kami juluki Serayu Amerika, itu nanti akan kuceritakan kapan-kapan tentang Serayu Amerika. Kami kerumah bapaknya temanku. Aku yang belum makan ya harus cepat-cepat minta makan. Walau dipikir-pikir kurang pantas, tapi apa daya perutku terus memberontak. Oiya, aku belum makan. Aku bersama temanku satunya, Bowo, makan seadanya. Jelas masih kuingat lauknya apa aja waktu itu, Nasi panas ditambah srundeng ditambah tahu ( Tahunya belum digoreng karena kelamaan ). Kami gak nambah lagi padahal ditawarin, tapi ya agak sopan santun lah bukan rumah sendiri. Sehabis makan kami bincang-bincang sambil dikasih Pisang dan Rengginang. Topiknya ya itu, masih kecil jangan kesana belum punya SIM, ada operasi lilin. Tekat sudah bulat, masa balik lagi? Akhirnya kami pamit, dan kami disuruh membawa pisang dan rengginang yang masih ada sisanya itu. Alhamdulillah jajan gratis.
     
     Hmm, matahari memang masih belum menyengat. Kami masih terlalu bersemangat, kebut-kebutan gara-gara jalan sepi. Kulihat di tepi-tepian jalan banyak orang jual “Dawet Ireng” kalo gak salah daerah Buntu apa ya? Tapi kayaknya belum lewat Cilacap juga. Biasanya sih aku lihatnya kalo ke Jogjakarta di daerah Purworejo. Jujur aku baru sekali makan dawet ireng. Langsung aja, entah berapa lama perjalanannya ke sana. Tapi intinya lurus terus, terus belok kanan, terus lurus lagi. Lah dibagian “Lurus Lagi” ini yang jalannya gemradag, butuh diperbaiki. Setelah lurus, lurus terus. Akhirnya sampai juga di tempat tiket. Ketika 4 temanku yang lainnya udah bayar. Aku berhenti, ngambil uang di bagasi motor. Antara deg-degan uang tiketnya kurang dan bensin. Kulawan itu dan langsung membayar, ternyata cuma Rp. 5000 satu orang. Perlu ditekankan lagi, Rp. 5000 satu orang. Kami 2 orang berarti Rp. 10.000. Sisanya uang kami tinggal Rp. 10.000.
     
     Bodo amat, langsung aja parkir. Urusan macet itu belakangan. Kita parkir. Langsung have fun kayak gak pernah ke pantai. Kami langsung foto-foto. Menulis namamu di pasir pantai mungkin akan hilang oleh ombak, tapi menulis namamu di hati bisa saja hilang hanya ketika mati. Aku terpikirkan untuk menulis namamu. Tapi selalu diobrak-abrik oleh teman-temanku. Gapapa ya, gapapa. Awalnya, aku takut karena ga bawa ganti jika basah pulang pake apa nanti gatel-gatel banyak pasirnya. Hehe, tetapi kamu tidak bisa menghalangi tekat bulat seorang lelaki! Aku terjang ombaknya, lalu masuk semua pasir itu dalam diriku. Kami main “keseret-seret ombak”, menyenangkan. Kami juga mengeksekusi temanku dengan diseret di pasir. Mereka bilang “HBD GC”, tapi aku gatau awal mula terbentuknya GC itu tepatnya tanggal berapa. Tapi ya semua berjalan baik-baik aja. Aku tak pernah berpikir masuk kelompok orang-orang buangan. Tapi tak apa-apa, angkatanku banyak yang mengenalku.
     
     Udah jam 11 atau jam berapa aku gatau, aku ingin mandi. Kutanya temanku  bawa celana berapa, Cuma satu katanya. Kami lari-lari karena pasirnya panase puoool.  Yaudah langsung mandi aja buat ngilangin pasir. Aku sekamar mandi berduaan dengan Bowo, mengurangi biaya bayar lah. Walau keliatannya menggelikan tapi ya emang gue pikirin. Selesai mandi duduk-duduk bentar di depan pemandian. Aku usul langsung pulang aja karena takut kesiangan dan jelas aku ingin tidur. Alhamdulillah berkah Tuhan lagi, parkirnya dipotong pajak.
     
     Di perjalanan pulang, angin semilir umm nikmatnya. Jalannya begitu sepi. Aku membayangkan jika ada Tsunami, mungkin kami kayak ada di film-film. Tapi aku sengaja memelankan motorku, kubiarkan 4 temanku yang lain didepan. Aku nyanyi Sheila On 7 dengan teman semotor, ya nikmatnya  menunggu baju dan celana garing. Matahari terik banget sob. Untung waktu di daerah cilacap banyak pohon besar ya buat nutupin dari sinar matahari lah. Ada kereta,kami berhenti, motor kumatikan mesinnya. Setelah kucek temanku hilang 2. Positive thinking aja mereka dibelakang lagi ketutupan truk. Kami tinggal aja mereka berdua. Setelah beberapa lama, ketika ditengok-tengok kebelakang ternyata gada, kukira malah udah didepan atau tersesat, atau bocor. Kami berempat berhenti dan duduk dibawah pohon asem kayaknya. Setelah beberapa lama akhirnya mereka muncul dengan tampang cengar-cengir.  “ Koe kang ndi?” (Kamu dari mana?). Aku lupa jawabannya apa, tapi kayaknya macet gara-gara ada kereta. Kamu kira kereta sampai setengah jam? Kami curiga dengan muka cengar-cengirnya. Langsung saja ceplos, “mesti kang tuku dawet ireng ya? Nek lombo HIV”. Mereka pun mengaku iya, mereka di ejek “Jalur Egois” minum dawet ga ngajak-ngajak. Padahal disini kami juga kepanasan, haus, pas masih di Widara Payung suruh beli air mineral gak mau katanya takut uang habis. Malah dimakan sendiri.
     
     Kami berjalan lagi. Di persimpangan mana aku gatau, yang mau ke Gunung Tugel kayaknya kami misah. Kami lewat jalur yang tembusnya Alun-alun Purwokerto. Di tengah jalan, teman semotorku mengajakku untuk menjadi detektif di daerah Kober, biasa, mencari rumah orang. Kami bolak-balik muter-muter dikompleknya tapi gatau rumahnya yang mana. Akhirnya duduk dihalaman rumah orang. Aku juga ingin HP-an, ga nyadar masih ada pisang. Kami makan dong. Temanku masih ngechat “Adik kelas” untuk mengetahui dimana tepatnya. Tanya kebapak-bapak katanya bukan orang sini. Yayaya ternyata malah benar dugaan pertama kami ketika kami lihat nama gangnya. Ya hati temanku bersorak-sorak. Rencana selanjutnya, aku ingin minum es di tempat “Ibune” malah tutup.  Lalu kuantar saja temanku ke rumahnya, dan langsung melabas pulang. Parkir motor, ganti baju, tidur.

25/12/2015

Hasnan Hafidh


Semesta Ketika Malam

Semesta Ketika Malam

Pergi ke semesta luas
Bukan karena hidup yang getir
Atau kisah yang buat aku khawatir
Juga bukan takut dan merasa cemas
Hanya sekedar ingin melihat angkasa malam

Bosan dengan rumah yang sempit
Seluruhnya penuh dengan masalah rumit
Aku rindu kamu
Tapi tak rindu rumah

Angin semilir ini yang membuatku pergi
Cahaya bulan yang tertutup rimbunnya tepian hutan
Daun yang jatuh di atas api unggun
Yang membuat hati ini serasa menyala terang

Walau tanpamu disampingku
Malamku terasa benderang
Tercerahkan oleh harapan
Kilauan wajahmu juga membuatku rindu

Suara bincangan hewan malam
Dan tikus liar cukup menemani mimpi-mimpiku bersamamu
Bulan memang tar terlalu terang
Tapi kunang-kunang membawa tenang,
Mengurangi malam yang mencekam

Hasnan Hafidh
21/6/2016

Temani

Temani

Aroma rambutmu berasa secangkir kopi
Seduh sedap alami
Terurai tertiup angin perkebunan pagi
Lemah, seperti juga tari yang pernah kulihat di Negeri Turki

Ketika aku akan mendekapmu, engkau pergi
Ingin aku mengecupmu di pipi
Yang lebih lembut dari para peri
Juga jika memandangmu serasa luas seperti memandang lautan Pulau Hawaii

Ya, engkau yang bentuknya lebih indah,
dari seratus makna
Aku pergi engkau neraka menebus kesalahan cinta
Sedangkan hatimu naik menuju surga

Menatapmu di suatu tempat,
Lalu tempat itu berubah menjadi Taman Eden
Atau Taman Gantung di Babylonia
Suaru mengubah desiran angin muson berubah menjadi lantunan biola

kini jasadmu menepi di perkuburan sepi
Menangis tersedu berhari-hari
Terputus urat dan seluruh nadi
Aku ingin menyusulmu pergi,
Aku ingin mati,
Tapi, Temani.

Hasnan Hafidh
20/1/2016

Pemilik Masa Lalu

Pemilik Masa Lalu

Kita adalah pemilik masa lalu
Di setiap waktu kita selalu berusaha menghapusnya
Kau hanya ingin mengingat semua yang menyenangkan
Tanpa disadari kau tidak mempelajari kesalahan,
dan pengalaman menyedihkan yang membuat kita selalu tegar

Apakah kau mau menziarahi kemesraan kita?
Apakah kebencianmu itu terus membakar pikiranmu?
Aku ingat waktu kita tak bisa berkata-kata,
di taman penuh lampu
Disaat aku bercanda dan kamu tertawa seru

Kini kita teringkuk tersedu-sedu
Bukan karena salah satu ada yang pergi
Tetapi ada salah satu yang ditinggal sendiri
Hmm, aku iri pada kumbang yang bercumbu, manisku.

Hasnan Hafidh

20/12/2015

Hujan Bulan November

Nyaman duduk disamping jendela
Berselimut sambil memandang derasnya hujan
Hujan November telah menyapa
Derai air mata mulai kurasa

Lihat angkasa, bagai lautan tinta hitam kelam
Aku rindu pada seseorang
Seseorang yang menjadi khayalan ‘tuk temani lautan kehidupan
Hujan tak kunjung reda hingga pagi menjelang

Bagaimana aku bisa melupakan sebuah kenangan
Kenangan yang membuatku diam berjam-jam dalam kesendirian
Teringat pertama kita jumpa
Kita saling bertatap mata

Saat ini kau pergi berjalan dengannya
Tak pedulikan diriku yang terluka
Tapi tak bisa ku pisah dirimu dengan dia
Hanya lapang dada dan berdoa semoga bahagia

Tangisku ini sudah tak berguna
Air mata ini sia-sia, bagai buah simalakama
Kukira kau pelengkap tulang rusuk ini
Tetapi salah, aku semakin tak mengerti semua ini

Sudah kurasakan pahitnya menjalani kesendirian
Tak sepahit luka yang kini kau tingggalkan
Luka yang sudah terpatri dalam jiwa
Mungkin, takkan terobati hingga mati

Hujan sudah reda, terasa senyap, embun-embun hinggap pada daun
Mencoba melupakan semua kesakitan ini
Matahari cerah ceria ucapkan salam pagi

Menggugah senyum relung hati

14/11/2015

Surat Dari Medan Perang

Surat dari Medan Perang


Terkadang kita semua merasa kesepian
Ingin pulang ke tanah kita dilahirkan
Atau kepada sang pujaan yang sudah lama tak berkencan
Masa lalu yang tak dapat kita genggam


Yang sudah tua ingin jumpa dengan anak yang bertarung di negeri orang
Seorang wanita yang selalu memikirkan pasangannya  bertempur di medan perang
Terkadang, kamu tidak tahu kegelisahan yang mereka rasakan
Tiap detik, tiap menit hanya menunggu kabar yang mendebarkan


Sesaat kamu ingat, tangan lembut ibumu yang mengandungmu
Dekapan hangat kekasih hatimu
Nakalnya anak-anak manismu
Kampung halaman yang selalu menyambut kedatanganmu


Aku tidak ingin mati di negeri nun jauh
Negeri yang berbicara dengan bahasa yang tak kuketahui
Senyuman dan candamu membuatku tersakiti
Karena aku merasa semua hanya imajinasi


Kita sudah kehilangan semua
Waktu yang seharusnya kita habiskan bersama anak-anak kita
Dan pergi ke rumah orang tua kita
Atau Jalan-jalan ke taman pinggir kota


Serdadu-serdadu yang mati dalam kubangan darah,
Umpatan prajurit yang marah,
Tangisan prajurit yang kalah,
Semua hanya menambah suasana menjadi resah

Aku ingin mendengarkan tangisan anak-anak kita meminta susu
Aku ingin mendengar rintihanmu ketika aku meninggalkanmu
Aku ingin mendengar isak kedua orang tuaku
Aku ingin mati di sisimu, sayangku.

2 November 2015
Hasnan Hafidh


Manusia

Manusia

Kesabaran  memang ada batasnya
Tapi bagaimana dengan keserakahan, keegoisan, dan kesombongan?
Mungkin hanya akhir hidup yang memberi sebuah jawaban
Kebanyakan manusia hanya memikirkan kekayaan

Tanpa rasa kasih sayang, kebersamaan, kekeluargaan
Perang, penindasan, kelaparan sudah menjadi bagian dari kehidupan
Sebagian berkata merupakan suratan Tuhan
Sebagian juga berkata merupakan akibat kemunafikan

Manusia merasa menjadi pusat semesta
Kebohongan adalah suatu bahasa akibat bergeraknya zaman
Semua telah diramalkan oleh Pujangga Jawa
Zaman ini, zaman penuh kegilaan

Yang memilih hidup dengan penderitaan
Yang hidup penuh keikhlasan
Yang tabah akan cobaan
Yang 'kan mendapat buah kenikmatan

Dendam, iri, dengki memucuk di hati
Seolah itu mutlak tak bisa pergi
Selalu merasa tinggi
Manusia, Haus puisi, haus terpuji

31 November 2015
Hasnan Hafidh

Menikmati Kesunyian

Menikmati Kesunyian


Semua hiruk pikuk tentang dunia mulai membuatku bosan
Atau hingar bingar peradaban yang penuh kemewahan
Pergi ke hutan, berteman dengan kesunyian
Meninggalkan semua kebiasaan yang karatan

Menyendiri, berbicara dengan keheningan
Berpikir, ditemani tenangnya air mengalir
Mendengar lirih kicauan makhluk belantara
Berbuat, sambil sesekali meniru perilaku alam

Saat malam, menengadah keatas, bulan tua menyala kekuning-kuningan
Menatap harapan dan ribuan bintang berserakan
Kilau gemilaunya mengundang rasa sejuk akan hidup
Tertidur, beralaskan tanah basah karena embun

Hidup sederhana berdinding tumpukan kayu reyot
Dengan atap daun-daun kering yang jatuh
Berpagar pepohonan dan rumput-rumput liar
Menghindari kehidupan yang rakus, egois, serakah

Belajar, meneliti keadaan dan tingkah laku hewan-hewan
Tak pernah terasa hawa dingin selalu menusuk kulit
Hati tak pernah merasakan sakit
Pikiran selalu jernih, selalu bersyukur jika mendapat lebih

Merasa ada yang kurang jika tak bisa menikmati anugerah Tuhan
Gunung-gunung yang hening, dan langit selalu bening
Tanpa kegaduhan, tanpa keributan, hanya keindahan yang menawan
Kadang terdengar patahnya ranting-ranting

Memang alam selalu seperti ini
Eksotis, nyaman, segar sungguh-sungguh sakti
Ini semua bukan tentang kesendirian
Tapi tentang pergi meninggalkan kehidupan yang membosankan







Gadis di Jalan

Gadis di Jalan

Kulihat dirimu selalu sedang membaca buku
Didepan mataku membuatku tersipu malu
Sikap dan rona wajahmu menghangatkan jiwa mudaku
Tak pernah kau palingkan wajahmu untukku

Aku ingin nyatakan rasa ini padamu
Tapi hatiku tak mampu membuatkan tempat untuk cintamu agar nyaman padaku
Ketika kau melewati persimpangan jalan
Semua bagian tubuh ini terpaku melihatmu dari bawah pohon rindang

Hati dan raga ini hanyalah pengecut yang mencintaimu dalam diam
Berjuta kata yang tak sempat kuungkapkan
Isyarat yang tak tersampaikan, dan ratapan
cinta bocah ingusan

Oh, engkau gadisku
Merah pipimu semerah mawar Sri Wedari
Cintamu menantang semua gunung berapi
Kata-katamu hamparan laut tak bertepi

Oleh: Hasnan Hafidh

Diri Ini

Diri Ini

Kuayunkan kaki melangkah
Menepis rasa gundah dan gelisah
Andai dunia tahu betapa sedihnya jiwaku
Entah sampai kapan jiwa ini terbeleggu

Belenggu cinta, mimpi, dan kisah hidup
Aku bergumam, merenung, menyanyi dalam sepi
Berteduh cahaya dibalik atmosfer malam
Dengan semua kegelisahan terpendam
Hidupku kelam, duniaku kejam

Kulihat langit meneteskan air mata saat ini
Entah apakah Ia peduli dengan diri ini
Bayangan hitam memandang sinis kemari
Aku ingin meluapkan semua kesedihan bersama alunan suara binatang malam

Mungkin sampai aku pergi tinggalkan semua ini
Maka selesai sudah semua urusan
Hingga saat itulah hanya urusan Tuhan Menilaiku bagaimana

Oleh : Hasnan Hafidh
Foto : Google




Keresahan

Keresahan

Kita semua pernah merasakan patah hati
Susah tidur, susah bernafas, dan sulit berpikir
Entah karena sedih
Atau beban pundak yang berlebih

Hati hampa, pikiran kosong
Dan tubuh yang tak bisa lagi untuk kita tegakkan
Mata memandang tanpa arti
Telinga mendengar suara bising tanpa henti

Beban-beban menuntut diselesaikan
Hingga batas waktu yang telah ditetapkan
Hanya kita yang dapat merampungkan, tapi apa daya aku tak tahan
Aku ingin cepat kembali kepada ketiadaan

Berada dalam pelukan sang Tuhan
Dengan langkah kaki ringan berjalan
Ingin hilang duka nestapa didunia yang penuh kebosanan
Menghabiskan detik demi detik menunggu hari penghakiman

Aku ingin kebahagiaan
Kedamaian tidur akhir pekan
Kenyamanan dalam menikmati keindahan
Kebebasan sejati

Dunia ini memang kandang anjing
Dan mereka adalah anjing-anjing yang terkadang menertawakan hidup kita

Oleh : Hasnan Hafidh


The Motorcycle Diaries : Pantai Menganti

 BAGIAN I
     Siang hari yang indah, kawan-kawanku berkumpul dirumahku yang sederhana ini merencanakan perjalanan ke pantai Menganti, Kebumen. Matahari kian menyengat. Kami berangkat dengan uang seadanya. Kami lintasi sibuknya pedesaan di Rawalo, dan semerbak angin sawah. Tak lupa bukit-bukit terjal yang berdiri angkuh di kanan kiri kami. Sungai Serayu yang biru memanjang. Kubawa juga kamera kesayanganku, barang wajib saat kami pergi jauh.
     Dua jam berlalu. Badanku mulai terasa pegal karena terlalu lama duduk. Aku terus mengoceh karena tempat yang kami tuju tak juga sampai. Untuk menenangkanku, temanku membual bahwa tidak lama lagi perjalanan kami akan sampai. Aku yang hanya menumpang terpaksa pasrah.

     Kami yang sudah ¾ perjalanan lagi berhenti untuk berdiskusi karena jam menunjukkan pukul 04.00 sore. Salah satu temanku menyarankan agar kami pulang saja, aku dan teman lainnya mengangguk setuju. Kami pun berbalik arah. 

BAGIAN II

Belum ada sepuluh menit perjalanan untuk balik arah, temanku berkata agar kami foto terlebih dahulu untuk menyimpan momen ini dan juga agar tidak sia-sia pergi jauh. Kami akhirnya berfoto dengan gaya khas remaja.
Setelah puas, kami melanjutkan perjalanan pulang. Teman yang memboncengku menarik gas dengan kencang meninggalkan yang lain. Sampai di persimpangan jalan, teman kami yang lain tidak kelihatan juga. Kami khawatir dan menunggu teman kami. Kemudian, tiba-tiba temanku sendirian mengendarai motor menemui kami. Firasatku buruk. Ternyata benar, ban sepeda motor temanku bocor. Aku Semakin cemas karena dari tadi kami memprediksi bahwa kami akan sampai ke Purwokerto jam setengah enam akan tertunda karena menambal ban terdahulu.
     
    Kami pun kembali lagi ke jalur wisata Jatijajar lagi untuk mencari tambal ban. Setelah menemukan, kami harus menunggu Si Tukang untuk shalat dahulu. Setelah selesai, Ia menyiapkan alat tambal ban dan mulai bekerja. Aku menunggu dalam resah. Berpikir apa yang akan aku terima setelah sampai rumah. Tapi semua temanku tertawa lebar tanpa beban walau aku tahu dalam hatinya pasti cemas.

     Semua selesai. Kami harus membayar dia. Dan kami baru sadar uangnya kurang karena tadi untuk membeli bensin. Uang kami tersisa Rp. 7000. Kami meminta Ia untuk menerima itu dan tidak marah karena uang kami kurang. Untungnya, kami ingat bahwa salah satu temanku menemukan rokok dengan sisa beberapa batang rokok. Kami membayar Ia dengan itu semua. Kami pun memohon-mohon karena rumah kami jauh di Purwokerto sana. Akhirnya Ia menerimanya. Kami pun mengucapkan terimakasih. Jam sudah menunjukkan Pukul 05.00 sore.

BAGIAN III

Kami menyusuri jalanan dengan kegelisahan. Kami semua menarik gas secepat-cepatnya, motor yang kami kendarai sangat ganas. Matahari sudah kian hilang, pelukan angin makin dingin, dan bunyi hewan-hewan malam. Semua kami rasakan bersama, kami lalui bersama. Kami bercerita tentang apa yang akan terjadi ketika sampai dirumah masing-masing. Kami berdoa agar kami semua selamat. Melintasi gelap malam dan cahaya bulan yang menusuk. Motor kami semua kehabisan bensin lagi dan uang kami telah habis. Kami bertambah gelisah jika harus mendorong motor disaat malam. Beruntungnya, temanku mempunya sanak saudara di daerah itu. Temanku meminta uang dan sebelum uang itu diserahkan kami harus melaksanakan shalat maghrib terlebih dahulu. Kami berlima shalat. Setelah uang diberikan. Kami berangkat dan mengisi bensin.

     Belum ada lima puluh meter, motor temanku bocor lagi. SIALAN. Kami terpaksa menambal ban dan temanku harus meminta uang lagi. Lalu, aku mulai diberondong pesan singkat di handphone kecil ini. Ternyata orang tua temanku sedang dirumahku sedang mencari temanku. Aku mematikan HP-ku untuk menenangkan semua pikiran dan perasaan yang sedang berkecamuk. Selesai. Kami tancap gas lagi. Menghadapi terjal dan gelapnya malam di pedesaan. Temanku semakin panik takut kemalaman dan melaju secepat-cepatnya. Kulihat gemerlap lampu-lampu kota, kelap-kelip bintang terang, dan juga kehidupan liar nan hedon. Waktu itu pukul 07.15 malam.

    Sesampainya dirumahku. Ternyata orang tua temanku sudah pulang. Terasa agak bahagia. Tapi aku tetap mencemaskan keadaan temanku. Kulahap semua nasihat orang tuaku. Aku tidur untuk menghilangkan gelisah dan resah.
     Kudengar kabar bahwa temanku dimarahi habis-habisan. Kartu perdana milik temanku sampai dibelah jadi dua. Aku tertawa. Walau ada rasa bersalah dalam hatiku. Tetapi semua kami lalui dengan gembira.






Romantisme Senja

Romantisme Senja

Kujumpai Dibawah Langit Senja Ini
Diantara Rerumputan Dan Harumnya Melati
Kukagumi Parasmu Yang Bermandikan Kilau Mentari
Gerak Dan Langkahmu Selembut Tarian Para Sufi

Duduk Bersama Dalam Sepi Bertiupkan Angin Yang Menari
Saling Pandang Tetapi Tak Dapat Ingkar Pada Perasaan Hati
Yang Kusaksikan Pada Wajahmu Adalah Cahaya Bintang Malam
Aku Merasa Ini Semua Mukjizat Dari Para Malaikat

Kugenggam Tanganmu, Kupegang Erat, Kurasakan Romantisme Ini
Kau, Lebih Sempurna Dari Para Bidadari Surgawi
Semua Berlalu Seperti Ilusi
Kita Nikmati Indahnya Tenggelamnya Mentari

Cahaya Mulai Memudar Pergi
Malam Kian Menanti
Air Mata Menitik Setelah Kuingat Kenangan Ini
Romantisme Dibawah Langit Senja



Oleh : Hasnan Hafidh


Foto : Hasnan

Sebuah Kota

Sebuah Kota


Kuterpa selalu hangatnya debu jalanan
Lembutnya angin yang bertiup
Teriknya sengat sang mentari
Aku tidak tahu kemana kaki ini kan kulangkahkan

Sudah kulihat semua bangunan kota adikarya manusia
Kunikmati nyanyian pohon rindang pinggiran kuil Buddha
Kulewati rerumputan basah setapak yang sepi
Atau gedung-gedung tak berpenghuni 

Tugu peringatan kemenangan, gereja yang sunyi
Masjid yang tegak bendiri, dan hutan yang tak terjamah kaki
Dari jembatan tua yang melintang ini dapat kulihat semuanya
Sebuah kota klasik menyejukkan hati



Oleh : Hasnan Hafidh
Foto : Google ( Tugu Gatot Subroto )

Berteman Kesendirian

Berteman Kesendirian

Pertama ku jumpa, indah tak sanggup ku memandang
Cintamu seluas rumput di hamparan padang ilalang
Bercahayakan bintang fajar
Membuat ku mabuk tak tersadar

Dimatamu pancarkan cahaya bulan
Canda tawamu tak pernah buat ku bosan
Kuingat pertama kita bertemu
Kau tersenyum semanis madu

Namun, kini semua hanya bisa ku kenang
Hatiku bak pohon tak berbatang
Terhemas angin, terhempas badai
Kini ku lemah terkulai meratapi mimpi

Oleh : Hasnan Hafidh
Foto : Google 

Tenangnya Alam

Tenangnya Alam

Alam, kau mengerti semua kegelisahan
Bersamamu, hilang semua beban
Warna pelangi berkilau sangat menawan
Hijau dedaunan yang sangat menenangkan

      Hingga malam menjelang
      Matahari dengan leluasa menghilang
      Cahaya kota mulai kelam menyambut petang
      Seiring cahaya sang surya tenggelam dengan tenang

Sekarang semua menjadi petang
Tetapi jiwa ini belum tenang
Bumi dan bulan tersenyum saat malam
Tetapi aku masih merenung dan terdiam

      Dingin ini menusukku
      Membawa ribuan pertanyaan yang tak aku tahu
      Tenangnya alam ini
      Membuat hidup lebih berarti


     Puisi ini saya buat ketika saat saya sedang melaksanakan pelajaran Bahasa Indonesia. Entah saya mendapat inspirasi ini dari mana. Tapi tulisan-tulisan itu seolah-olah muncul di pikiran saya. Memang, alam ini dapat menghilangkan kejenuhan, kegelisahan, dan keresahan dalam diri kita. Cobalah naik gunung atau kalau tidak jalan-jalan pergi ke desa melawati sawah-sawah sejenak meninggalkan kehidupan kota yang hedon dan ramai.

      Sedikit saya kutip kata-kata dari Soe Hok Gie Mapala UI, berikut :
"Kami jelaskan apa sebenarnya tujuan kami. Kami katakan bahwa kami adalah manusia - manusia yang tidak percaya pada slogan. Patriotisme tidak mungkin tumbuh dari hipokrisi ( kemunafikan ) dan slogan - slogan. Seseorang hanya dapat mencintai sesuatu secara sehat kalau ia mengenal objeknya. Dan mencintai tanah air Indonesia dapat ditumbuhkan dengan mengenal Indonesia bersama rakyatnya dari dekat. Pertumbuhan jiwa yang sehat dari pemuda harus berarti pula pertumbuhan fisik yang sehat. Karena itulah kami naik gunung." ( Soe Hok Gie - Catatan Seorang Demonstran )




-Hasnan Hafidh

Sosialisme Utopis

   

   

     Sosialisme merupakan salah satu ideologi yang cukup berpengaruh di abad ke-20. Sosialisme yang kemudian menjadi ruh perjuangan kaum tertindas dan menjadi ruh perjuangan para kaum ‘kiri’.Sosialisme tidak identik dengan fasisme, komunisme atau Marxisme, melainkan merekalah yang sebenarnya mendapat pengaruh dari sosialisme itu sendiri, meskipun dikemudian mereka keluar secara terang-terangan dari sosialisme. Sosialisme utopis, merupakan cikal bakal lahirnya sosialisme modern. Dari sana muncul beberapa tokoh yang berpengaruh dalam melahirkan sosialisme sebagai sebuah ideolog, sistem kehidupan, atau bahan diskursus yang cukup penting dizamannya.

     Sosialisme merupakan sebuah sistem kehidupan, ideologi, paham yang mendambakan kehidupan masyarakat yang ideal, ’sama rata’, berkeadilan, dan sejahtera. Adapaun cita-cita sosialisme menurut Theimer, yang dikutip oleh Prof. Dr. Franz Magnis-Suseno dalam buku “Pemikiran Karl Marx”, ”gagasan bahwa kekayaan dunia ini adalah milik bersama, bahwa pemilikan bersama lebih baik daripada pemilikan pribadi, sudah sangat tua. Pemilikan bersama pada ajaran ini akan menciptakan dunia lebih baik, membuat sama situasi ekonomis semua orang, meniadakan perbedaan antara miskin dan kaya, menggantikan usaha megejar keuntungan pribadi dengan kesejahteraan umum.Dengan demikian sumber segala keburukan sosial dapat dihilangkan, tidak akan ada perang lagi,semua orang akan menjadi saudara”.

     Komunisme merupakan sayap radikal sosialisme yang dikembangkan oleh Karl Marx dan Frederich Engles. Marx secara pemikiran memang berkembang diwilayah sosialis dan berkawan dekat dengan beberapa orang sosialis, seperti: Proudhon, Weithling, dll. Meskipun dikemudian hari Marx bersebrangan dengan Proudhon yang jelas-jelas menolak komunisme dan kapitalisme, dan Weithling yang menolak pola sosialisme Marx dan Engles.

     Sebagaimana diketahui bahwa sosialisme memang menjadi inspirasi perjuangan kaum buruh dan dikemudian hari melahirkan aliran revolusi garis keras dan lebih radikal dari sosialis, komunis. Dan Marx menjadi jiwa yang berusaha mengembangkan dan lebih menyebarluaskannya ke seluruh dunia dengan kitab sucinya, “manifesto komunis”. Ideologi sosialisme memang tidak melahirkan kitab suci spt; marxisme-komunis, dan negara superpower, seperti Uni Soviet. Yugoslavia yang sempat mengarah kepada bentuk sosialis, disaat Joseph Bros Tito memimpin, sebenarnya masih dipengaruhi komunisme walau tidak dominan. Mesti demikian, sosialisme sebagai sebuah ideologi, sistem ekonomi, dan pernah menjadi sistem pemerintahan masih akan tetap berkembang menjadi sebuah ajaran yang mampu disandingkan dengan beberapa paham spt: demokrasi, Islam, liberal, dll. Sosialisme masih akan melangkah kedepan dan maju serta berevolusi untuk melahirkan kreasi baru yang lebih diterima masyarakat. Seperti geliat sosialisme di Indonesia tidak lepas dari keinginan untuk membangkitkan kembali sosialisme yang dahulu sempat tenggelam. Apakah memang sosialisme akan bangkit kembali?

Sumber : pokok - pokok dari https://wotbuwono.wordpress.com/2010/12/27/sosialisme-memandang-komunisme/

Sumber gambar : http://indoprogress.com/wp-content/uploads/2014/09/latuff-us_bank_crisis.jpg


Melihat Sejarah Dibalik Kabut



    Sejarah Indonesia pasca kemerdekaan diwarnai berbagai peristiwa yang tidak diharapkan para pemersatu Bangsa. Sebuah Negara yang baru lahir bersamaan dengan terbentuknya Bangsa baru yang besar dan sangat beragam. Penyatuannya yang sangat ambisius, dengan luas wilayah yang hampir setara benua Eropa, berbagai macam etnis, suku, agama, budaya, dan bahasa digabungkan dalam sebuah tekad Bhinneka Tunggal Ika, berupa Negara Indonesia berlandaskan Pancasila. Negara yang berasal dari perjuangan beberapa kelompok rakyat Hindia Belanda yang kemudian pernah disatukan secara politik oleh Founding Father Ir. Soekarno dengan slogan Nasionalis, Agamis, dan Komunis (NASAKOM). Namun dari lahirnya sebuah Bangsa besar baru tersebut ada yang masih tak setuju, karena berbagai faktor seperti masih memegang teguh ego kedaerahan, mengagungkan kelompok agama, pertentangan ideologi, maupun tunggangan dari pihak asing. Pemberontakan DI/TII, PRRI/Semesta, PKI Madiun, dan Republik Maluku Selatan, bahkan hingga kini masih ada pemberontakan Organisasi Papua Merdeka. Sebuah kewajiban Negara melalui aparaturnya TNI untuk menumpas segala bentuk ancaman, tapi dalam proses penumpasan segala bentuk ancaman masih menimbulkan sebuah jejak hitam.
Peristiwa Gerakan 30 September merupakan salah satu sejarah paling kelam yang dialami oleh Indonesia. Peristiwa yang masih tertutup kabut gelap tentang seluruh rentetan apa yang sebenarnya terjadi dan siapa dalangnya. Rezim Orde Baru menuduh bahwa Partai Komunis Indonesia (PKI) sebagai dalang dari peristiwa tersebut, tapi sebagai rakyat pun kita dapat berpikir objektif terlebih di era Reformasi yang mulai terbuka segala informasi dari berbagai sudut pandang dan fakta, perlahan tapi pasti kabut sejarah itu akan mulai terlihat. Pada masa itu PKI merupakan partai komunis terbesar ketiga di dunia setelah Uni Soviet dan Tiongkok, bahkan partai komunis terbesar di dunia yang duduk di Negara nonkomunis dengan anggota dan simpatisan berjumlah sekitar dua puluh juta orang. Masa tersebut juga merupakan era perang dingin ideologi antara Amerika Serikat dan Uni Soviet. Amerika telah kehilangan dukungan di Korea Utara, Tiongkok, dan yang paling membuat menderita Amerika Serikat dalam konflik perang adalah di Vietnam. Sudah banyak kawasan Asia yang jatuh tidak berpihak pada ideologi atau kesepahaman Amerika Serikat, oleh karenanya ketika Orde Baru berdiri Presiden Amerika Serikat Richard Nixon mengatakan bahwa Indonesia merupakan hadiah terbesar di Asia Tenggara.

     Banyak teori yang mengatakan bahwa ada terlibatnya CIA (Amerika Serikat), Soeharto sendiri, isu Dewan Jenderal, atau pasukan pengawal Presiden Cakrabirawa. Setelah Soeharto mengkudeta Soekarno secara perlahan, dilaksanakan pertemuan ekonom Orde Baru dengan CEO korporasi multinasional di Swiss, pada November 1967 seperti yang digambarkan dalam film dokumenter The New Rulers of the World (2001). Korporasi multinasional tersebut ialah perusahaan-perusahan tambang minyak, gas dan mineral, perusahaan otomotif, dan berbagai korporasi asing lainnya, tim ekonom Indonesia menawarkan tenaga kerja yang banyak dan murah, sumber daya alam yang melimpah, dan pasar domestik yang besar. Terbesit bahwa pihak asing sudah sangat haus sumber daya Indonesia yang pada zaman Bung Karno mereka tak diberi ruang untuk menguasai alam sesuai keinginan mereka. Namun dari semua teori maupun kabut sejarah yang tebal, hanyalah pemerintah saat ini yang mampu secara bijak untuk membuka semua tabir bisu sejujur-jujurnya.
Terlepas dari segala aspek politik, kepentingan asing, dan kepentingan beberapa kelompok, peristiwa Gerakan 30 September atau yang dikatakan oleh Bung Karno merupakan Gerakan Satu Oktober (Gestok) saat ini masih menggoreskan luka yang cukup dalam bagi para korbannya. Dilihat dari sisi Hak Asasi Manusia (HAM) sangat jelas peristiwa ini berbanding terbalik dengan nilai sila kedua Pancasila, Kemanusiaan yang Adil dan Beradab. Mulai dari peristiwa Gestok tahun 1965 hingga tahun 1966 terjadi pelanggaran HAM yang sangat berat. Banyak anggota PKI, simpatisan, seniman, dan organ-organ masyarakat di bawah PKI, bahkan etnis Tionghoa diburu dan ditangkap tanpa diadili dipengadilan langsung dieksekusi massal. Aktivis-aktivis kiri yang ditangkap dan dibuang ke pulau Buru mengalami perlakuan tidak manusiawi. Pembantaian besar-besaran terjadi di pulau Jawa, Bali, Sumatera, dan beberapa bagian kecil di wilayah Indonesia. Perkiraan korban jiwa mencapai antara 500.000 hingga 1.000.000, seperti yang diungkapkan di film documenter 40 Years of Silence: An Indonesian Tragedy (2009). Bahkan Sarwo Edhie yang merupakan Komandan Pasukan Resimen Para Komando Angkatan Darat (RPKAD) yang juga mertua dari Susilo Bambang Yudhoyono mengakui bahwa korban tewas akibat pembantaian anggota, simpatisan, atau tertuduh PKI mencapai 3 juta jiwa. Sungguh sebuah ironi sejarah Bangsa kita yang membuat sebuah luka tak kunjung kering, sudah tak ada nilai lagi peri kemanusiaan.

     Angkatan Darat di rezim Soeharto mulai mengancam masyarakat untuk mau dilatih untuk membunuh orang-orang yang dituduh PKI, jika tak mau dilatih membunuh simpatisan PKI, ancamannya akan dituduh simpatisan PKI dan dieksekusi. Dilakukan penghasutan juga kepada kelompok-kelompok agama sebagai pembenaran dalam membunuh manusia yang dianggap PKI, yang sebetulnya masyarakat yang dihasut tersebut juga merupakan korban. Buku putih Nahdlatul Ulama (NU) Benturan NU-PKI 1948-1965 pun mengungkapkan bahwa posisi NU juga sebagai korban dari rezim Orde Baru, melalui Pemuda Ansor yang dihasut dibawah tekanan pemerintah untuk membantai simpatisan PKI. Mereka yang tadinya hidup biasa-biasa saja harus mengalami penyesalan batin seumur hidup karena melakukan tindakan pembunuhan keji. Pemerintah juga mulai membentuk organisasi pemuda dari kalangan preman yang ditugasi untuk menangkapi simpatisan PKI, bahkan orang etnis Tionghoa dan yang tertuduh PKI langsung dieksekusi mati tanpa proses peradilan. Seperti yang diungkapkan film dokumenter The Act of Killing (2009) karya Joshua Oppenheimer, para preman yang direkrut pemerintah dalam wadah organisasi pemuda membunuh para korban pembantaian secara gembira dan tidak pernah merasa bersalah.

     Seseorang yang tidak mengetahui mengenai peristiwa Gestok, sebagai rakyat jelata pun tak luput dari pembantaian asalkan tertuduh PKI. Sebuah tahun-tahun yang mencekam, aktivis pro-Soekarno dan dari Partai Nasional Indonesia (PNI) yang berhaluan kiri ikut ditangkap. Militer mulai berparade ke wilayah-wilayah yang dahulunya sebagai basis PKI maupun basis PNI kiri dan pendukung Soekarno, menangkap semua yang dituduh PKI digiring untuk diekseskusi langsung, disiksa secara keji, hilang secara paksa, dan yang memperihatinkan keluarganya yang tak ikut dalam politik ikut dibunuh dan diarak massa yang didukung militer keliling kampung. Keluarga dan anggota PKI yang selamat atau masih hidup pada era rezim Soeharto ditindas sewenang-wenang. Mereka diberi tanda eks-tapol di Kartu Tanda Penduduknya, harus melewai sanksi sosial berupa tekanan ejekan dari masyarakat, dijauhi dari lingkungan, dipersulit dalam mendapatkan akses pendidikan, hak politiknya dicabut, dan tidak diperbolehkan bekerja di militer dan institusi pemerintahan.
Kini mereka yang dahulu masih menyimpan luka, saat era Reformasi ini ada yang mencoba melawan dengan masuk ke partai politik dan menulis buku seperti dr. Ribka Tjiptaning Proletariyati yang menulis kehidupannya dalam buku “Aku Bangga Jadi Anak PKI”. Dan ada yang memilih tetap diam hingga usia senjanya, yang diceritakan dalam film “The Look of Silence” (2014) sebuah film dokumenter yang menceritakan kehidupan keluarga korban tahun 1965-1966 di Sumatera yang ingin mencari kebenaran tentang keluarganya yang dibunuh, mereka mencari dalam kesenyapan hingga sekarang. Saat ini para keluarga korban tak mengalami tekanan seperti zaman Orde Baru, mereka sudah bisa berpolitik, bekerja, dan tak ada lagi status eks-tapol, namun stigma negatif itu terus muncul dikalangan masyarakat, nama mereka belum dibersihkan hingga sering muncul suara-suara dari lingkungan sosial yang berujung pada fitnah.

     Sebuah tanda tanya besar bagi kita semua, apakah seorang PKI itu bukan manusia yang dapat dibunuh tanpa diadili, semua hak mereka dirampas, keluarga mereka diperkosa. Mereka dicap salah tujuh turunan, anak-anak mereka yang tak tahu-menahu pun ikut menjadi korban penindasan sosial. Seakan membunuh mereka adalah sebuah pahala, menari-nari bahagia saat membunuh selayaknya orang yang haus akan darah, tanpa bersalah dan sangat gembira mencabut nyawa orang. Di dunia Internasional saja penjahat perang pun melewati masa pengadilan dahulu sebelum dieksekusi. Simpatisan PKI di daerah pelosok yang tak mengerti politik elit langsung dieksekusi, mayatnya tak diurus secara layak, dibuang ke sungai. Padahal tak ada agama yang mengajarkan untuk merampas hak hidup sesorang yang tak bersalah, mereka simpatisan PKI yang berada di daerah pelosok ikut dihabisi hingga keluarga-keluarganya. Sungguh mencederai sila kedua Pancasila dan nilai-nilai luhur Kebangsaan.

     Upaya pemerintah pernah perlahan ingin menuju titik terang walau sulit, tahun 2000 bergulir wacana dari Presiden ke-4 Indonesia K.H. Abdurrahman Wahid (Gus Dur) menggulirkan untuk pencabutan TAP MPRS XXV Tahun 1966 anti PKI, sekaligus beliau menyampaikan permohonan maaf kepada keluarga korban seluruh Indonesia. Gus Dur berpendapat pelarangan Marxisme telah usang alias out of date, selain itu konsep Marxisme telah dipelajari terbuka di lingkungan Perguruan Tinggi, dan dendam sejarah masa lalu harus disingkirkan demi menata kehidupan Indonesia yang lebih baik ke depan. Upaya beliau belum tuntas mengobati luka sejarah lama karena banyak yang menentangnya hingga beliau lengser dari kursi Presiden.
     Jauh sebelum Gus Dur, Pemimpin Besar Revolusi Ir. Soekarno pun ingin mencegah pembantaian massal yang tengah berlangsung, saat menyampaikan pidatonya pada Desember, 1965 “….Pancasila dipakai untuk sebetulnya mendemonstir anti kepada kom, padahal tidak! Pancasila itu sebetulnya tidak anti kom, karena itu aku menegasken hal ini saudara-saudara. Pendek kalau saudara-saudara mengaku atau menamaken dirimu anak Bung Karno, Saya tidak mau punya anak yang tidak kiri…”. Ir. Soekarno tak bisa berbuat banyak karena selanjutnya sudah menjadi tahanan rumah di Istana Bogor. Patut diapresiasi juga Walikota Palu, Sulawesi Tengah Rusdi Mastura setelah menonton film The Act of Killing tergugah hatinya atas nama pribadi dan atas nama pemerintah setempat menyampaikan permintaan maaf kepada keluarga korban pembantaian Orde Baru.

     Hal yang paling harus didapatkan dari korban eks-tapol dan korban politik dari kekejaman rezim Orde Baru tahun 1965-1966 adalah sebuah pengungkapan sejarah yang nyata. Mereka kini sudah tua renta, mereka butuh hidup nyaman dan aman. Mereka semua butuh keamanan saat ingin berkumpul, saling berbagi cerita pedih bersama agar menjadi obat walau tak bisa merubah lagi sejarah yang kelam. Mereka yang kehilangan keluarganya hingga kini ingin menatap masa depan yang cerah lewat keturunannya. Nama-nama para korban ingin dimurnikan, ingin dibersihkan, agar tak ada lagi fitnah-fitnah yang menyayat hati. Mereka berhak mengetahui sejarah yang sebenarnya, tabir kelam yang telah lama ditutup-tutupi. Bukan hanya para korban politik pembantaian 1965-1966 saja, kita sebagai penerus Bangsa Indonesia perlu mengetahui kejujuran sejarah Bangsa Indonesia, kita berhak pengetahuan sejarah yang benar.

     Bukan masalah politik atau kepentingan, jika memang pemerintah membiarkan peristiwa ini dikubur dalam-dalam peristiwa banjir darah yang menelan korban 3 juta jiwa, bukan tidak mungkin di masa depan akan terjadi peristiwa serupa. Tak selamanya bergantung pada ideologi komunis, tetapi bisa terjadi hal serupa atas nama agama atau fasis kedaerahan, karena masyarakat melihat pembantaian manusia 3 juta dianggap bisa dimaklumi. Hal berbahaya bisa meruntuhkan Pancasila bila dipercik api bom waktu, sebuah perang sipil akan mengulang sejarah serupa baik itu mengagungkan ras, etnis, maupun agama. Bahwa pemerintah harus merekonsiliasi semua korban politik tahun 1965-1966 dan rekonsiliasi sejarah Bangsa Indonesia. Tak ada kata terlambat untuk mengatakan maaf walau tak bisa mengubah sejarah, tetapi bisa menjadi sedikit obat luka. Demi menyongsong harapan baru untuk nilai kemanusiaan dan Hak Asasi Manusia Indonesia yang lebih baik lagi. Untuk memperbaiki nilai-nilai luhur yang terkandung dalam sila kedua Pancasila seutuhnya seperti semula bagi masa depan kelak, Kemanusiaan yang Adil dan Beradab.

Sumber Gambar :  http://www.mobgenic.com/wp-content/uploads/2014/06/pemilu-indonesia-1955-29.jpeg

SAYA BUKAN KOMUNIS, FASIS ATAU YANG LAIN. 

Harapan, Gagasan, dan Tangan Era Dulu

 


     Harapan, gagasan dan tangan tentu ada hubungannya satu sama lain. Manusia mengharapkan sesuatu hal yang mungkin ingin dicapainya, lalu di pikirannya terpercik gagasan untuk mencapai harapan itu. Bagaimana untuk mewujudkannya? Manusia membutuhkan tangan. Tentu tangan dalam arti lain yaitu usaha / kerja keras untuk mewujudkan gagasan itu.

     Ayo kita belajar sejarah Revolusi Bolshevik atau Revolusi Oktober di Uni Soviet ( Russia sekarang ). Revolusi Bolshevik atau dikenal juga dengan Revolusi Oktober adalah revolusi yang dilakukan oleh pihak komunis Rusia, di bawah pimpinan Lenin. Setelah merebut kekuasaan di Petrograd, ibu kota Rusia kala itu, mereka menggulingkan pemerintahan nasionalis di bawah pimpinan Tsar Alexander Kerensky yang mulai memerintah sejak bulan Februari. Pemerintahan ini diangkat setelah Tsar Nikolas II dari Rusia turun takhta karena dianggap tidak kompeten. Peristiwa ini terjadi pada tanggal 25 Oktober 1917 ( Kalender Julian ) , oleh sebab itu revolusi ini disebut Revolusi Oktober. Dengan Revolusi Oktober ini, abad ke-20 memasuki era pertama komunisme. Latar belakang revolusi ini adalah kesengsaraan pekerja dan tentara menyebabkan kekacauan di jalanan, Kejadian ini juga disebabkan atas serangan Rusia atas Jerman.Salah satu penyebab lain dari Revolusi Oktober adalah Kornilov Affair. Pada masa pemerintahan Tsar di Uni Soviet para petani saat itu tanahnya diambil dan diberi pajak yang tinggi. Karena keinginan bangkit dari keterpurukan, penindasan, mereka harus menggunakan tangannya untuk mendapat kebebasan dan hidup layak.

     Di samping itu, Revolusi Rusia yang berpaham komunis berhasil mengubah haluan negara tersebut ke arah negara komunis. Revolusi Rusia juga membawa dampak baik bagi Rusia sendiri maupun bagi negara-negara di kawasan di dunia. Pengaruh Revolusi Rusia terhadap perkembangan pergerakan nasional di Indonesia tampak jelas dengan berkembangan paham Marxis yang kemudian melahirkan Partai Komunis Indonesia. Benih-benih Marxisme dibawa masuk ke Indonesia oleh seorang Belanda yang bernama H.J.F.M. Sneevliet. Sneevliet kemudian melakukan infiltrasi (penyusupan) kader-kadernya ke dalam tubuh SI dengan menjadikan anggota-anggota ISDV sebagai anggota SI, dan sebaliknya anggota-anggota SI menjadi anggota ISDV. Dengan cara ini Sneevliet telah mempunyai pengaruh yang kuat di kalangan SI, lebih-lebih setelah berhasil mempengaruhi beberapa pemimpin SI, seperti Semaun dan Darsono.

     Sejarah modern mencatat dan mengambil rujukan revolusi mula-mula pada Revolusi Perancis, kemudian Revolusi Amerika. Namun, Revolusi Amerika lebih merupakan sebuah pemberontakan untuk mendapatkan kemerdekaan nasional, ketimbang sebuah revolusi masyarakat yang bersifat domestik seperti pada Revolusi Perancis. Begitu juga dengan revolusi pada kasus perang kemerdekaan Vietnam dan Indonesia. Maka konsep revolusi kemudian sering dipilah menjadi dua: revolusi sosial dan revolusi nasional.

     Harapan => Gagasan => Tangan

" Tidak ada yang salah dengan gagasan - gagasan mereka, namun kesalahannya adalah bagaimana mereka menggunakan tangannya untuk mewujudkan gagasan itu. "

Sumber :  http://id.wikipedia.org/wiki/Revolusi
                Dari Uni Soviet hingga Rusia ( Buku )

Sumber Gambar : https://yulvartan.files.wordpress.com/2011/05/revolution3.jpg
   


Ideologi Sudah Lama Mati!

 



     Soekarno pernah mengangkat dirinya menjadi presiden seumur hidup. Demikian pula dengan Soeharto, biar kekuasaanya tetap langgeng, dia menyulap sistem multipartai menjadi dua partai dan satu golongan karya, dengan Golkar sebagai kontestan yang selalu menang pemilu di setiap periodenya. Para orang-orang menengah-kebawah seperti buruh dan tani memilih ideologi Komunis karena mereka pikir jika Komunis terwujud maka keadilan akan tercapai. Keadilan seperti apa? Jika mendapat kue atau apapun harus sama rata? Bagaimana itu bisa terwujud? Pasti akan lebih banyak pemberontakan terjadi. Bahkah pada zaman Orde Lama yang katanya komunis dulu masih banyak orang lapar. Demokrasi terpimpin era Soekarno itu menakutkan, Orang/pers yang mengkritik pemerintah pasti akan dibungkam siapapun itu contohnya Harian Indonesia Raya.

     Pasca G30SPKI, Kader-kader PKI dan simpatisan Partai Komunis Indonesia dibunuh tanpa pengadilan, momen-momen mengerikan saat gulingnya Soekarno dan awal kepemimpinan Orde Baru. Orde Baru dengan leluasa membunuh orang-orang komunis dan Gerwani dengan santai dan berkata " Mereka adalah orang pengkhianat yang akan menggantikan Pancasila dengan Komunis!". Kalangan Ulama pun dipaksa untuk meneriakkan bahwa "Darah Komunis Itu Halal!". Kepala-kepala tanpa tubuh hanyut di sungai Jawa ataupun Bali.

     Pada awal kepemimpinan orde baru menyatakan bahwa membuang jauh praktik demokrasi terpimpin diganti dengan demokrasi Pansasila, hal ini mendapat sambutan positif dari semua tokoh dan kalangan, sehingga lahirlah istilah pers Pancasila.  Menurut sidang pleno ke 25 Dewan Pers bahwa Pers Pancasila adalah pers Indonesia dalam arti pers yang orientasi, sikap, dan tingkah lakunya didasarkan pada nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945.  Hakekat pers Pancasila adalah pers yang sehat, pers yang bebas dan bertanggung jawab dalam menjalankan fungsinya sebagai penyebar informasi yang benar dan objektif, penyalur aspirasi rakyat, dan kontrol sosial yang konstruktif.

     Masa kebebasan ini berlangsung selama delapan tahun disebabkan terjadinya peristiwa malari (Malapetaka Lima Belas Januari 1974) sehingga pers kembali seperti zaman orde lama.  Dengan peristiwa malari beberapa surat kabar dilarang terbit termasuk Kompas.  Pers pasca peristiwa malari cenderung pers yang mewakili kepentingan penguasa, pemerintah atau negara.  Pers tidak pernah melakukan kontrol sosial disaat itu.  Pemerintah orde baru menganggap bahwa pers adalah institusi politik yang harus diatur dan dikontrol sebagaimana organisasi masa dan partai politik. Akhirnya pada 1998, Rezim Orde Baru tumbang oleh gerakan mahasiswa yang diberi nama Progres 98.

Politisi yang diharapkan oleh masyarakat untuk mewakili suara rakyat ternyata menjadi sebuah momok berupa monster yang malah menzalimi rakyat itu sendiri. Seakan-akan rakyat bukan lagi manusia yang nasibnya harus diperjuangkan. Kecenderungan ini terus berjalan, dosa-dosa kecil yang terus ditabung oleh politisi seakan tidak pernah berhenti. Kasus demi kasus telah menjadi makanan pokok sehari-hari rakyat, baik melalui media massa atau media elektronik. Kasus politik yang menyajikan drama kepentingan politik pada masyarakat. Hak-hak hidup layak masyarakat digadaikan oleh kepentingan politik masing-masing kubu. Lantas siapa yang akan menanggung nasib rakyat? Rakyat tidak butuh tontonan drama seperti hal tersebut. Lebih baik pejabat negara mengurus dengan baik sumber daya alam dan sumber daya mineral Indonesia untuk kesejahteraan rakyat. Rakyat hanya butuh nasibnya diperhatikan oleh pemerintah, kesejahteraannya dijamin negara, dan hak-haknya dipenuhi oleh pemerintah dan negara. Pejabat negara merupakan abdi rakyat. Seharusnya pejabat negara yang memiliki kekuasaan bertanggung jawab atas nasib rakyatnya, bukan malah rakyat yang menjadi korban politik kepentingan kaum elite.

     Pada masa sekarang, mereka wakil-wakil rakyat dan elite politik pemerintahan ( Walaupun tidak semua ) berkata " Jangan sakiti rakyat, BBM naik rakyat menangis " itu adalah air mata kaum munafik! Mereka yang dulu berkata seperti itu tetapi sekarang tidak berteriak. Hari ini, Korupsi sudah menjadi tradisi! Mereka berpura-pura membela rakyat! Hari ini juga, Pancasila sudah tidak diamalkan, mereka tidak mengamalkan nilai nilai Pancasila. Sekarang demokrasi hanya dibicarakan dari mulut ke mulut saja. Belum lama ini aksi unjuk rasa terhadap Rezim Joko Widodo pun tidak hadir di Televisi. Apakah saat ini pers juga sudah dibungkam? Ibu Pertiwi menangis melihat anak-anaknya nakal semua. Ideologi Sudah Lama Mati, yang ada hanyalah perut rakyat yang lapar!

" Sejarah dunia adalah sejarah pemerasan. Apakah tanpa pemerasan sejarah tidak ada? Apakah tanpa kesedihan, tanpa pengkhianatan, sejarah tidak akan lahir? " - Soe Hok Gie

Sumber: Massa Misterius Malari dan Soe Hok Gie Tak Pernah Mati
Sumber Gambar : https://freakfloyd.files.wordpress.com/2012/06/garuda.jpg

Silahkan beri kritik/saran.

Pengadilan Bagi Kaum Lemah

Pengadilan Bagi Kaum Lemah

    
     Indonesia, negeri yang kaya dengan seribu budayanya. Tetapi, Sayangnya hukum di Indonesia masih disalah gunakan oleh pemegang kekuasaan atau Si Kaya. Bagaimana mana mungkin hukum bisa dibayar dengan uang? Dengan materi? Mana yang katanya, “semua warga Indonesia di depan hukum itu sama” ? Dimana slogan itu? Dulu anak Menteri Perekonomian, Rasyid Rajasa, kecelakaan di tol Jagorawi yang menewaskan dua orang. Menurut saya waktu itu, Polisi terkesan memberikan perlakuan spesial kepada anak Hatta Rajasa itu. Saat Rasyid Rajasa kecelakaan pada awal tahun lalu, semua petugas kepolisian di Polda Metro Jaya bungkam.  Mereka tidak berani menyebutkan tentang siapa identitas sopir BMW yang terlibat kecelakaan di Tol Jagorawi. Baru pada siang menjelang sore hari, Kadiv Humas Mabes Polri (saat itu) Irjen Pol Suhardi Alius menyebut bahwa sopir BMW maut itu adalah Rasyid Rajasa, putra bungsu Menko Perekonomian. Setelah kecelakaan yang menewaskan dua orang, keberadaan Rasyid Rajasa juga masih menjadi misteri. Saat itu semua pejabat kepolisian di Polda tidak berani menyebut, di mana anak bungsu Hatta Rajasa itu menjalani perawatan.
   
     Lalu bagaimana dengan kaum lemah dan tidak memiliki banyak uang? Apa kabar keadilan? Ironis memang, bahkan sangat menyayat hati. Penegakan hukum di negeri kita tercinta ini amat pincang, berat sebelah. Para pendekar hukum kita lebih berani, lebih ganas dan lebih tegas hanya kepada pihak-pihak yang lemah yang tidak punya kekuatan apapun. Tidak ada niat membela siapa-pun dan memojokkan siapapun. Akan tetapi, fakta-fakta di persidangan menunjukkan kalau penegakan hukum itu tidak diberlakukan secara merata artinya tidak berlaku untuk semua pihak. Padahal, katanya, justice for all. Tegasnya, ‘’pedang’’ para penegak hukum lebih tajam kepada pihak-pihak tertentu tapi tumpul bagi pihak-pihak tertentu pula. Artinya, not for all. Maka tidak salah kalau ada orang bijak mengartikan hukum itu bagaikan sebuah pisau dimana bagian yang tajamnya mengarah kepada orang lain tapi bagian yang tumpul (punggung pisau) mengarah kepada pemegang pisau itu sendiri. Adalah pencurian sendal jepit dengan terdakwa berinisial AAL (15) seorang siswa SMKN 3 Palu Selatan, Sulawesi Tengah yang sampai ke persidangan, merupakan satu dari sejumlah kasus sepele yang menarik perhatian publik. Pasalnya, persoalan curi mencuri sendal jepit adalah hal kecil dan melibatkan keluarga tak mampu secara ekonomi. Ini merupakan cermin atau gambaran buram sistem hukum dan peradilan di negeri ini sebab sangat memprihatinkan bahkan menyayat dan mengiris hati. Hanya karena mencuri sendal jepit, harus berhadapan dengan pengadilan dengan ancaman hukuman 5 tahun penjara.
    
     Dan juga kasus-kasus Nenek pencuri 3 buah kakao, Nenek pencuri singkong yang lapar, dan nenek pencuri kayu jati. Walau masih  ada hakim yang masih mempunyai  hati nurani, seperti hakim Marzuki yang mengadili nenek yang mencuri singkong. Dia memutus diluar tuntutan Jaksa Penuntut Umum, “ Maafkan saya, saya tidak dapat membuat pengecualian hukum, hukum tetap hukum. Jadi Anda Harus dihukum. Saya mendenda ada  1 juta rupiah dan jika anda tidak mampu membayar maka Anda harus masuk penjara 2,5 tahun, seperti tuntutan Jaksa PU. “ katanya sambil memandang nenek itu. Nenek itu tertunduk lesu, hatinya remuk redam, sementara haki Marzuki mencopot topi toganya, membuka dompetnya kemudian mengambil dan memasukan uang 1jt rupiah ke topi toganya. Serta berkata kepada hadirin “Saya atas nama pengadilan, juga menjatuhkan dendan kepada setiap orang yang hadir di ruang sidang ini sebesar Rp. 50.000, sebab menetap di kota ini dan membiarkan orang lain kelaparan sampai harus mencuri untuk memberi makan cucunya”.

     
     Itu demikian kasus-kasus yang sangat menyedihkan, mengapa Si Kaya teganya menuntutnya? Apakah mereka kurang kenyang dengan apa yang dia punya? Hanya karena singkong, 3 buah kakao, sendal jepit, 7 kayu jati mereka tega menuntut mereka? Sungguh rakus dan berlebihan! Dan juga saya muak dengan para pelacur keadilan yang seenaknya memberikan hukum yang ringan kepada koruptor karena mereka mungkin telah disuap dan disuruh bungkam, ya disuap betul sekali! Dimana keadilan? Saya sebenarnya ingin para penegak keadilan memakai hati nurani dan menggunakan akal sehat, saya pribadi memang tahu bahwa mencuri itu salah, tapi apa pantas mereka dihukum berat?

Orde Lama dan Orde Baru



Orde Lama

 Politik adalah panglima.Ekonomi amburadul, inflasi tinggi dan rakyat banyak yang kelaparan, kesejahteraan nol besar, istilah kontra revolusi adalah alat untuk menggebuk lawan politiknya. Banyak partai di bubarkan dan tokoh-tokohnya di penjara seperti Sutan Sjahrir, lantaran berseberangan dengan orang yang katanya sang proklamator. Menjadikan dirinya presiden seumur hidup adalah kesalahan fatal bangsa ini NASAKOM adalah sebuah kebohongan yang di berikan kepada rakyat Indonesia. Akhir kekuasaannya berakhir pasca Gerakan 30 September/Gestapu/Gestok. Bagaimana pemerintahan ini maju? Presidennya saja mempunyai 9 istri.

Orde Baru

 Orde Baru menggantikan Orde Lama yang merujuk kepada era pemerintahan Soekarno. Orde Baru hadir dengan semangat "koreksi total" atas penyimpangan yang dilakukan oleh Soekarno pada masa Orde Lama. Orde Baru berlangsung dari tahun 1966 hingga 1998. Dalam jangka waktu tersebut, ekonomi Indonesia berkembang pesat meskipun hal ini terjadi bersamaan dengan praktik korupsi yang merajalela di negara ini. Selain itu, kesenjangan antara rakyat yang kaya dan miskin juga semakin melebar. Mendapat kue kekuasaan setelah berjasa (yang katanya) mengendalikan keamanan negeri ini. Pembunuhan besar-besaran terhadap Komunis/PKI/Gerwani apakah ini PANCASILA? Apa yang diamalkan? Sila Berapa? Pembunuhan besar-besaran terhadap komunis itu adalah kejahatan kemanusiaan yang dilakukan di era Soeharto. Di era Soeharto ekonomi Pembangunan adalah panglima nya. Pada masa pemerintahan Soeharto, Soeharto memang berhasil menekan angka inflasi yang tadinya 600% menjadi 13% (Normal). Anti Pembangunan adalah istilah yang dipakai untuk mengalahkan lawan politiknya. Pancasila menjadi asas tunggal dan yang berhak menafsirkan hanya penguasa. Ekonomi dalam angka mungkin stabil tetapi tidak ada sama sekali pemerataan ekonomi karena ekonomi Orde Baru selalu di penuhi oleh kroninya. Orde Baru berakhir setelah krisis ekonomi moneter yang menyebabkan rakyat menjadi miskin sama seperti Orde Lama atau pemerintahan Presiden Soekarno. Orde Baru juga tumbang oleh gerakan mahasiswa (Angkatan 98)  yang menuntut reformasi dan mundurnya Soeharto.

Generasi hari ini adalah obat dari setan setan di atas. Setan setan rakus itu yg mengeruk keuntungan atas nama revolusi atau pembangunan tapi yang ditumbalkan adalah rakyatnya. Generasi hari ini harus mengambil inti sari keburukan setan-setan itu untuk kemudian di jadikan pelajaran agar hanya rakyat yang menjadi panglima.

Sumber: Group Komunis Indonesia, Dan Pokok-pokok dari
http://www.zetroblog.com/2014/08/kegagalan.penyimpangan.ordelama.ordebaru.reformasi.html

Silahkan Dikoreksi

Soe Hok Gie, Catatan Seorang Demonstran

Soe Hok Gie (lahir di Jakarta,17 Desember 1942 – meninggal di Gunung Semeru, 16 Desember 1969 pada umur 26 tahun) adalah seorang aktivis  Indonesia Tionghoa yang menentang kediktatoran berturut-turut dari Presiden Soekarno dan Soeharto. Ia adalah mahasiswa Fakultas Sastra Universitas Indonesia Jurusan Sejarah tahun 1962-1969.

Biografi  

Soe adalah seorang etnis Tionghoa Katolik Roma. Ayahnya bernama Soe Lie Piet alias Salam Sutrawan. Ia keempat dari lima bersaudara di keluarganya; kakaknya Arief Budiman atau Soe Hok Djin, seorang sosiolog dan dosen di Universitas Kristen Satya Wacana, juga cukup kritis dan vokal dalam politik Indonesia.

Pendidikan, karier dan kematian

Setelah menghabiskan tahun-tahun terakhirnya di SMA Kolese Kanisius, Soe kuliah di Universitas Indonesia (UI) dari tahun 1962 sampai 1969; setelah menyelesaikan studi di universitas, ia menjadi dosen di almamaternya sampai kematiannya. Ia selama kurun waktu sebagai mahasiswa menjadi pembangkang aktif, memprotes Presiden Soekarno dan PKI. Soe adalah seorang penulis yang produktif, dengan berbagai artikel yang dipublikasikan di koran-koran.
Sebagai seorang pendukung hidup yang dekat dengan alam, Soe seperti dikutip Walt Withman dalam buku hariannya: "Sekarang aku melihat rahasia pembuatan orang terbaik itu adalah untuk tumbuh di udara terbuka dan untuk makan dan tidur dengan bumi." Pada tahun 1965, Soe membantu mendirikan Mapala UI, organisasi lingkungan di kalangan mahasiswa. Dia menikmati kegiatan hiking, dan meninggal karena menghirup gas beracun saat mendaki gunung berapi Semeru sehari sebelum ulang tahun ke 27. Dia meninggal bersama rekannya, Idhan. Dia dimakamkan di tempat yang sekarang menjadi Museum Taman Prasasti di Jakarta Pusat.
Soe pernah menulis dalam buku hariannya:
"Seorang filsuf Yunani pernah menulis ... nasib terbaik adalah tidak dilahirkan, yang kedua dilahirkan tapi mati muda, dan yang tersial adalah umur tua. Rasa-rasanya memang begitu. Bahagialah mereka yang mati muda."
Pernyataan Soe serupa dengan komentar Friedrich Nietzche, kepada seorang filsuf Yunani.
Buku hariannya diterbitkan pada tahun 1983, dengan judul Catatan Seorang Demonstran yang berisi opini dan pengalamannya terhadap aksi demokrasi. Soe dalam tesis universitasnya juga diterbitkan, dengan judul Di Bawah Lantera Merah.
Buku harian Soe ini menjadi inspirasi untuk film 2005, berjudul Gie, yang disutradarai oleh Riri Riza dan dibintangi Nicholas Saputra sebagai Soe Hok Gie. Soe juga merupakan subyek dari sebuah buku 1997, yang ditulis oleh Dr John Maxwell yang berjudul Soe Hok Gie-: Diary of a Young Indonesian Intellectual. Buku itu diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia pada tahun 2001, dan berjudul Soe Hok Gie: Pergulatan Intelektual Muda Melawan Tirani.
Gie dikenal sebagai penulis produktif di beberapa media massa, misalnya Kompas, Harian Kami, Sinar Harapan, Mahasiswa Indonesia, dan Indonesia Raya. Sekitar 35 karya artikelnya (kira-kira sepertiga dari seluruh karyanya) selama rentang waktu tiga tahun Orde Baru, sudah dibukukan dan diterbitkan dengan judul Zaman Peralihan (Bentang, 1995). Juga skripsi sarjana mudanya perihal Sarekat Islam Semarang, tahun 1999 diterbitkan Yayasan Bentang dengan judul Di Bawah Lentera Merah. Sebelumnya, skripsi S1-nya yang mengulas soal pemberontakan PKI di Madiun, juga sudah dibukukan dengan judul Orang-orang di Persimpangan Kiri Jalan

Silahkan kalau berminat melihat film Gie , bisa dilihat di Film Gie

Sumber : buku "Soe Hok Gie Catatan Seorang Demonstran" Karya Anom Whani Wicaksana
                id.wikipedia.org/wiki/Soe_Hok_Gie


Pertanyaan yang Sering Diajukan Sehubungan dengan Komunisme

Pertanyaan yang sering diajukan sehubungan dengan komunisme 

1. Apakah Komunis adalah Atheis? Dan apakah komunisme itu?

Jawab: Komunisme adalah ideologi yang lahir sebagai kritik atas kapitalisme. Komunisme menghapuskan hak milik pribadi atas faktor produksi dan menggantinya dengan hak milik bersama. Komunisme BUKAN atheisme. Komunisme diidentikan dengan atheisme karena komunisme menuntut bentuk negara yang sekuler (bedakan antara ATHEISME dengan SEKULERISME). Menurut Lenin, orang yang beragama pun diperbolehkan bergabung ke dalam partai komunis.Contoh nyata dari komunis yang beragama adalah Serikat Islam Merah dan gerilyawan komunis Katholik Amerika Latin.

2. Mengapa lambang dari komunisme adalah palu arit?

Jawab: PALU melambangkan BURUH, sedangkan ARIT melambangkan PETANI miskin. Komunisme adalah ideologi yang berpihak kepada mereka yang tertindas oleh karena sistem kapitalisme.

3. Apa arti dari "sama rasa sama rata"?

Jawab: Penjelasannya adalah sebagai berikut: di negara komunis, kepemilikan swasta dilarang/dibatasi. Apabila sumber daya alam dibiarkan diolah oleh swasta, maka akan terjadi kesenjangan ekonomi. Orang akan berebut untuk menguasai sumber daya alam yang ada; mengolah sumber daya alam tersebut untuk memperkaya dirinya sendiri dan menciptakan persaingan ekonomi. Akibatnya yang kaya semakin kaya dan yang miskin semakin miskin, monopoli atas sumber daya alam oleh individu, pengangguran bertambah, terjadi pula penindasan antara kelas kapitalis dan kelas pekerja. Oleh karena itu, sumber daya alam harus dikuasai oleh negara dan didistribusikan untuk kepentingan bersama. Kepemilikan faktor produksi di tangan negara juga akan membuka peluang pendidikan dan kesehatan gratis. Inilah yang dimaksud dengan "sama rasa sama rata".

4. Mengapa negara komunis menjalankan sistem satu partai?

Jawab: Bagi komunis, demokrasi adalah alat untuk mencapai kekuasaan bagi para kapitalis. Pemilu dimenangkan hanya oleh mereka yang mempunyai modal. Negara demokrasi akan selalu membuat hukum untuk merugikan rakyat jelata; sementara di lain sisi memperkaya dan melindungi mereka (kaum kapitalis) yang berkuasa. Sebenarnya, negara komunis sendiri lebih demokrasi dibandingkan dengan Negara Barat dan pengikutnya yang mengklaim dirinya demokrasi. Keanggotaan partai komunis terdiri dari buruh, petani, kalangan bawah lainnya, orang yang benar-benar ahli di bidang politik, dan bahkan pelajar. Berbeda dengan partai politik di negara demokrasi yang terdiri dari pengusaha dan artis.

5. Ada berapa negara komunis yang tersisa di dunia?

Jawab: LIMA negara: China, Korea Utara, Kuba, Vietnam, dan Laos. Tetapi ada pula negara bukan komunis yang dalam keanggotaan lembaga legislatifnya partai komunis tergolong partai besar; contoh negaranya adalah Nepal, Belarusia, dan Afrika Selatan. Meskipun Uni Soviet telah bubar, itu bukan berarti komunisme juga ikut runtuh. Di Rusia, partai komunis masih ada dan tergolong partai politik yang besar. Bahkan patung Lenin masih banyak dijumpai di sejumlah kota di Rusia.


Sumber : Komunis Indonesia
Sumber Gambar : Google Image