Widara Payung
Campur aduk perasaan hatiku. Bangun terlambat, hanya kurang
beberapa menit dari waktu keberangkatan yang kami janjikan. Tanpa mandi, tanpa
raup, langsung saja kuambil baju untuk ke Widara Payung. Sialnya saat itu aku
lupa ga bawa ganti. Saat campur aduk itu, aku marah kepada ibuku karena tidak
memberiku uang untuk perjalanan karena alasan aku belum punya SIM. Ya, marahku
sudah sampai ke ubun-ubun, daripada menunggu ibuku, lebih baik langsung saja
aku pergi takutnya kunci motornya diambil dan akhirnya rencana gagal total.
Tanpa pamit, aku pergi ngebut untuk menyamper temanku yang rumahnya tidak jauh
dariku. Berapa duit yang kubawa? Pikirku.
Saat aku mengorek
saku ku, tersadar aku Cuma bawa 10rb rupiah. Iya 10rb. Ketika kutanya teman yang
akan memboncengku, “ Ko nggawa duit pira?” (Kamu bawa duit berapa?). Temanku
malah cengar-cengir. Kau pikir itu lucu kalo kita kehabisan bensin! Masih
sambil nyengir, dia bilang juga Cuma bawa 10rb. Hehe sial!
Teman-teman ku
yang lain datang, jumlahnya 4 orang.
Gausah mikir panjang kita berenam langsung cabut berangkat dengan 3 motor.
Masing-masing motor berisi 2 orang. Kami lewat jalur yang Andhang Pangrenan
terus ke Gunung Tugel, Tempat Pembuangan Akhir, hiiii jorook. Kami pergi
ketempat yang kami juluki Serayu Amerika, itu nanti akan kuceritakan
kapan-kapan tentang Serayu Amerika. Kami kerumah bapaknya temanku. Aku yang
belum makan ya harus cepat-cepat minta makan. Walau dipikir-pikir kurang
pantas, tapi apa daya perutku terus memberontak. Oiya, aku belum makan. Aku
bersama temanku satunya, Bowo, makan seadanya. Jelas masih kuingat lauknya apa
aja waktu itu, Nasi panas ditambah srundeng ditambah tahu ( Tahunya belum
digoreng karena kelamaan ). Kami gak nambah lagi padahal ditawarin, tapi ya
agak sopan santun lah bukan rumah sendiri. Sehabis makan kami bincang-bincang
sambil dikasih Pisang dan Rengginang. Topiknya ya itu, masih kecil jangan
kesana belum punya SIM, ada operasi lilin. Tekat sudah bulat, masa balik lagi?
Akhirnya kami pamit, dan kami disuruh membawa pisang dan rengginang yang masih
ada sisanya itu. Alhamdulillah jajan gratis.
Hmm, matahari
memang masih belum menyengat. Kami masih terlalu bersemangat, kebut-kebutan
gara-gara jalan sepi. Kulihat di tepi-tepian jalan banyak orang jual “Dawet
Ireng” kalo gak salah daerah Buntu apa ya? Tapi kayaknya belum lewat Cilacap
juga. Biasanya sih aku lihatnya kalo ke Jogjakarta di daerah Purworejo. Jujur
aku baru sekali makan dawet ireng. Langsung aja, entah berapa lama
perjalanannya ke sana. Tapi intinya lurus terus, terus belok kanan, terus lurus
lagi. Lah dibagian “Lurus Lagi” ini yang jalannya gemradag, butuh diperbaiki.
Setelah lurus, lurus terus. Akhirnya sampai juga di tempat tiket. Ketika 4
temanku yang lainnya udah bayar. Aku berhenti, ngambil uang di bagasi motor.
Antara deg-degan uang tiketnya kurang dan bensin. Kulawan itu dan langsung
membayar, ternyata cuma Rp. 5000 satu orang. Perlu ditekankan lagi, Rp. 5000
satu orang. Kami 2 orang berarti Rp. 10.000. Sisanya uang kami tinggal Rp. 10.000.
Bodo amat,
langsung aja parkir. Urusan macet itu belakangan. Kita parkir. Langsung have
fun kayak gak pernah ke pantai. Kami langsung foto-foto. Menulis namamu di
pasir pantai mungkin akan hilang oleh ombak, tapi menulis namamu di hati bisa
saja hilang hanya ketika mati. Aku terpikirkan untuk menulis namamu. Tapi
selalu diobrak-abrik oleh teman-temanku. Gapapa ya, gapapa. Awalnya, aku takut
karena ga bawa ganti jika basah pulang pake apa nanti gatel-gatel banyak
pasirnya. Hehe, tetapi kamu tidak bisa menghalangi tekat bulat seorang lelaki!
Aku terjang ombaknya, lalu masuk semua pasir itu dalam diriku. Kami main
“keseret-seret ombak”, menyenangkan. Kami juga mengeksekusi temanku dengan
diseret di pasir. Mereka bilang “HBD GC”, tapi aku gatau awal mula terbentuknya
GC itu tepatnya tanggal berapa. Tapi ya semua berjalan baik-baik aja. Aku tak
pernah berpikir masuk kelompok orang-orang buangan. Tapi tak apa-apa,
angkatanku banyak yang mengenalku.
Udah jam 11 atau
jam berapa aku gatau, aku ingin mandi. Kutanya temanku bawa celana berapa, Cuma satu katanya. Kami
lari-lari karena pasirnya panase puoool.
Yaudah langsung mandi aja buat ngilangin pasir. Aku sekamar mandi berduaan
dengan Bowo, mengurangi biaya bayar lah. Walau keliatannya menggelikan tapi ya
emang gue pikirin. Selesai mandi duduk-duduk bentar di depan pemandian. Aku
usul langsung pulang aja karena takut kesiangan dan jelas aku ingin tidur.
Alhamdulillah berkah Tuhan lagi, parkirnya dipotong pajak.
Di perjalanan
pulang, angin semilir umm nikmatnya. Jalannya begitu sepi. Aku membayangkan
jika ada Tsunami, mungkin kami kayak ada di film-film. Tapi aku sengaja
memelankan motorku, kubiarkan 4 temanku yang lain didepan. Aku nyanyi Sheila On
7 dengan teman semotor, ya nikmatnya
menunggu baju dan celana garing. Matahari terik banget sob. Untung waktu
di daerah cilacap banyak pohon besar ya buat nutupin dari sinar matahari lah.
Ada kereta,kami berhenti, motor kumatikan mesinnya. Setelah kucek temanku
hilang 2. Positive thinking aja mereka dibelakang lagi ketutupan truk. Kami
tinggal aja mereka berdua. Setelah beberapa lama, ketika ditengok-tengok
kebelakang ternyata gada, kukira malah udah didepan atau tersesat, atau bocor.
Kami berempat berhenti dan duduk dibawah pohon asem kayaknya. Setelah beberapa
lama akhirnya mereka muncul dengan tampang cengar-cengir. “ Koe kang ndi?” (Kamu dari mana?). Aku lupa
jawabannya apa, tapi kayaknya macet gara-gara ada kereta. Kamu kira kereta
sampai setengah jam? Kami curiga dengan muka cengar-cengirnya. Langsung saja
ceplos, “mesti kang tuku dawet ireng ya? Nek lombo HIV”. Mereka pun mengaku
iya, mereka di ejek “Jalur Egois” minum dawet ga ngajak-ngajak. Padahal disini
kami juga kepanasan, haus, pas masih di Widara Payung suruh beli air mineral
gak mau katanya takut uang habis. Malah dimakan sendiri.
Kami berjalan
lagi. Di persimpangan mana aku gatau, yang mau ke Gunung Tugel kayaknya kami
misah. Kami lewat jalur yang tembusnya Alun-alun Purwokerto. Di tengah jalan,
teman semotorku mengajakku untuk menjadi detektif di daerah Kober, biasa,
mencari rumah orang. Kami bolak-balik muter-muter dikompleknya tapi gatau
rumahnya yang mana. Akhirnya duduk dihalaman rumah orang. Aku juga ingin HP-an,
ga nyadar masih ada pisang. Kami makan dong. Temanku masih ngechat “Adik kelas”
untuk mengetahui dimana tepatnya. Tanya kebapak-bapak katanya bukan orang sini.
Yayaya ternyata malah benar dugaan pertama kami ketika kami lihat nama gangnya.
Ya hati temanku bersorak-sorak. Rencana selanjutnya, aku ingin minum es di tempat
“Ibune” malah tutup. Lalu kuantar saja
temanku ke rumahnya, dan langsung melabas pulang. Parkir motor, ganti baju,
tidur.
25/12/2015
Hasnan Hafidh